Kamis, 02 Mei 2013

Simpatikan Uje Keuntungan Media


Simpatikan Uje Keuntungan Media
Oleh : Noor Alfian Asslam


Indonesia berduka. Kehilangan putra terbaiknya pada Jumat (26/4) sekitar pukul 02.00 WIB. Ustadz Jeffry Al-Buchori atau yang biasa disapa Uje wafat dalam kecelakaan tunggal di Bilangan Jalan Gedong Hijau Pondok Indah Jakarta Selatan. Jelas ini menjadi pukulan yang sangat mendalam bagi keluarga, sahabat, maupun orang yang mengenalnya. Seperti yang pernah kita ketahui, bahsa sosok Uje merupakan seorang inspirator bagi semua kalangan yang sangat mengenalnya. Hal ini bisa dibuktikan bahwa, ketika masyarakat sangat butuh pencerahan dan keteladanan. Uje hadir sebagai ikon perubahan yang mampu memberikan harapan generasi massa depan.
Wafatnya Uje telah menjadi buah bibir diberbagai kalangan. Dan tak lepas dari sasaran media. Sehingga menjadikan sebuah fenomena tersendiri bagi sebuah media. Inilah yang harus dihindari. Media telah memanfaatkan aspek simpatikan menjadi keuntungan. Itulah yang dimanfaatkan industry pertelevisian. Hampir setiap hari Televisi menayangkan pelbagai hal mengenai Uje. Mulai dari dulu waktu remaja, bahkan mengenai aktiftas yang pernah dilampauinya. Lewat kemasan yang menarik, media telah merubah hasi cipta karya menjadi penuh rasa simpati. Rasa simpatikan terus mengalir dari berbagai khalayak. Memang hal itu sudah menjadi sewajarnya. Karena kita tahu sosok Uje merupakan inspirator bagi mereka yang mengenalnya. Baik itu lewat media maupun teman dekatnya.
Uje merupakan sosok panutan. Beliau juga sering dekat dengan semua kalangan. Mulai dari artis, pengusaha, pejabat bahkan anak jalanan. Dengan sosoknya yang begitu arif dengan semua kalangan. Hal ini lah yang membuat ribuan pelayat hadir mengiringi pemakaman jenazahnya. Melihat hal ini tak sepantasnya media memanfaatkan kepedihan menjadi keuntungan. Hamper dari pagi hingga malam. Media tak pernah lepas untuk selalu memberitakan lewat media popular. Infotaiment memanfaatkan benar hal ini. Media mendramatisir kematian Uje dengan menyoroti semua hal yang terkait dengan aktifitas apa saja yang ia lakukan sebelum kematiannya. Lalu menjadikan pemberitaan bercampur dengan industry gosip yang kini telah menjadi ritual harian tontonan televisi. 
Dengan semacam pemberitaan seperti itu. Semakin memperkokoh tak ada bedanya kematian ustadz dengan artis. Komentar keluarga, kerabat maupun dari berbagai kalangan. Ikut juga meningkatkan rating pemberitaan. Bahkan menjadikan degadrasi pemberitaan  media mengenai kasus-kasus sebelumnya. Beliau sangat di agungkan setinggi langit oleh media. Lewat pemberitaan sensasional tantang setiap gerak-geriknya. Meski akhirnya ia sendiri “tewas” oleh media.  Meski tak aka nada seorang yang berani membantah. Bahwa sebab kematiannya itu masih menyimpan sejuta pernyataan. Media telah merubah rasa simpati khalayak menjadi keuntungan. Untuk itulah infotaiment atau media popular bertambah popularitasnya.
Sosok beliau memang popular di berbagai kalangan. Apakah semua itu wajar bila setiap hari media selalu memberitakan sosok beliau? Fenomena semacam ini yang menjadikan media global menjadi digdaya. Media telah mempengaruhi khalayak. Hal ini bisa dibuktikan. Bahwa berbagai anggapan kepitalisme media bisa mendukung komoditas pemberitaan. Merubah khalayak bahwa pemberitaan media fakta adanya.
Seharusnya media memberitakan sewajarnya. Memang sosok beliau sangat dikenal diberbagai kalangan. Tapi ini kan berita duka. Tak sepantasnya media mencari keuntungan. Mendramatisir pemberintaan terus menerus. tak perlu mengumbar berita duka. Karena khalayak juga tahu sosok beliau. Mendoakan beliau dengan hal yang baik. Lebih baik dari pada untuk mengumbar pemberitaan yang tak berguna. 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.