Simpatikan Uje Keuntungan
Media
Oleh : Noor Alfian Asslam
Indonesia berduka. Kehilangan
putra terbaiknya pada Jumat (26/4) sekitar pukul 02.00 WIB. Ustadz Jeffry
Al-Buchori atau yang biasa disapa Uje wafat dalam kecelakaan tunggal di
Bilangan Jalan Gedong Hijau Pondok Indah Jakarta Selatan. Jelas ini menjadi
pukulan yang sangat mendalam bagi keluarga, sahabat, maupun orang yang
mengenalnya. Seperti yang pernah kita ketahui, bahsa sosok Uje merupakan
seorang inspirator bagi semua kalangan yang sangat mengenalnya. Hal ini bisa
dibuktikan bahwa, ketika masyarakat sangat butuh pencerahan dan keteladanan.
Uje hadir sebagai ikon perubahan yang mampu memberikan harapan generasi massa
depan.
Wafatnya Uje telah menjadi buah
bibir diberbagai kalangan. Dan tak lepas dari sasaran media. Sehingga
menjadikan sebuah fenomena tersendiri bagi sebuah media. Inilah yang harus
dihindari. Media telah memanfaatkan aspek simpatikan menjadi keuntungan. Itulah
yang dimanfaatkan industry pertelevisian. Hampir setiap hari Televisi
menayangkan pelbagai hal mengenai Uje. Mulai dari dulu waktu remaja, bahkan mengenai
aktiftas yang pernah dilampauinya. Lewat kemasan yang menarik, media telah
merubah hasi cipta karya menjadi penuh rasa simpati. Rasa simpatikan terus
mengalir dari berbagai khalayak. Memang hal itu sudah menjadi sewajarnya.
Karena kita tahu sosok Uje merupakan inspirator bagi mereka yang mengenalnya.
Baik itu lewat media maupun teman dekatnya.
Uje merupakan sosok panutan.
Beliau juga sering dekat dengan semua kalangan. Mulai dari artis, pengusaha,
pejabat bahkan anak jalanan. Dengan sosoknya yang begitu arif dengan semua
kalangan. Hal ini lah yang membuat ribuan pelayat hadir mengiringi pemakaman
jenazahnya. Melihat hal ini tak sepantasnya media memanfaatkan kepedihan menjadi
keuntungan. Hamper dari pagi hingga malam. Media tak pernah lepas untuk selalu
memberitakan lewat media popular. Infotaiment memanfaatkan benar hal ini. Media
mendramatisir kematian Uje dengan menyoroti semua hal yang terkait dengan
aktifitas apa saja yang ia lakukan sebelum kematiannya. Lalu menjadikan
pemberitaan bercampur dengan industry gosip yang kini telah menjadi ritual
harian tontonan televisi.
Dengan semacam pemberitaan
seperti itu. Semakin memperkokoh tak ada bedanya kematian ustadz dengan artis. Komentar
keluarga, kerabat maupun dari berbagai kalangan. Ikut juga meningkatkan rating
pemberitaan. Bahkan menjadikan degadrasi pemberitaan media mengenai kasus-kasus sebelumnya. Beliau
sangat di agungkan setinggi langit oleh media. Lewat pemberitaan sensasional
tantang setiap gerak-geriknya. Meski akhirnya ia sendiri “tewas” oleh
media. Meski tak aka nada seorang yang
berani membantah. Bahwa sebab kematiannya itu masih menyimpan sejuta
pernyataan. Media telah merubah rasa simpati khalayak menjadi keuntungan. Untuk
itulah infotaiment atau media popular bertambah popularitasnya.
Sosok beliau memang popular di
berbagai kalangan. Apakah semua itu wajar bila setiap hari media selalu
memberitakan sosok beliau? Fenomena semacam ini yang menjadikan media global
menjadi digdaya. Media telah mempengaruhi khalayak. Hal ini bisa dibuktikan.
Bahwa berbagai anggapan kepitalisme media bisa mendukung komoditas pemberitaan.
Merubah khalayak bahwa pemberitaan media fakta adanya.
Seharusnya media memberitakan sewajarnya.
Memang sosok beliau sangat dikenal diberbagai kalangan. Tapi ini kan berita
duka. Tak sepantasnya media mencari keuntungan. Mendramatisir pemberintaan
terus menerus. tak perlu mengumbar berita duka. Karena khalayak juga tahu sosok
beliau. Mendoakan beliau dengan hal yang baik. Lebih baik dari pada untuk
mengumbar pemberitaan yang tak berguna.
0 komentar:
Posting Komentar